What the Future: Parenting

Era digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pola asuh pada anak. Dalam surveinya, Ipsos juga bertanya terkait hal-hal apa yang membuat orang tua khawatir soal anak-anak mereka.

Pola Asuh Orang Tua di Era Digital: Peluang dan Tantangan

Era digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pola asuh pada anak. Orang tua kini dihadapkan pada tantangan baru: bagaimana mengelola screen time anak di tengah gempuran teknologi dan internet. Berdasarkan data Ipsos, permasalahan screen time menjadi salah satu sumber konflik dalam hubungan orang tua dan anak. Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya pendekatan yang lebih komprehensif dan strategis dalam mengelola screen time anak.

Survei terbaru menunjukkan dilema yang dihadapi orang tua terkait screen time. Mayoritas orang tua (88%) sepakat jika memantau screen time anak adalah peran penting mereka. Hal ini ditegaskan dengan fakta bahwa 56% orang tua berupaya membatasi screen time. Yang lebih menarik lagi, 83% orang tua beranggapan telah berhasil dalam membatasi screen time anak.

Namun, di balik keyakinan akan keberhasilan tersebut, terdapat kekhawatiran yang tetap dipikirkan para orang tua. Sebanyak 78% orang tua cemas akan anak mereka yang kurang memiliki keterampilan sosial sebenarnya akibat terlalu banyak terpaku pada layar. Beban teknologi dan kekhawatiran akan perkembangan sosial anak menjadi bayang-bayang dalam membesarkan anak di era digital (70%).

Kekhawatiran ini semakin bertambah parah dengan adanya temuan sebanyak 50% orang tua khawatir anak mereka merasa kesepian. Hal ini menunjukkan bahwa screen time yang berlebihan dapat berdampak negatif pada interaksi sosial dan perkembangan emosional anak.

Dilema screen time ini menjadi cerminan kompleksitas pola asuh di era digital. Orang tua dihadapkan pada pilihan yang sulit: bagaimana memberikan akses teknologi yang bermanfaat kepada anak tanpa membahayakan perkembangan sosial dan emosional mereka?

Tantangan Orang Tua di Masa Depan

Hampir setengah (46%) dari mereka yang berusia 18 sampai 34 tahun mengungkapkan bahwa mereka tidak memiliki anak dan tidak berencana untuk memilikinya. Biaya tinggi untuk membesarkan anak, yang diperkirakan minimal $240.000 atau sekitar idr 3,8M, menjadi faktor utama bagi banyak orang yang menunda atau memilih untuk tidak memiliki anak. 

Berakhirnya kebijakan era pandemi yang memberikan dukungan finansial untuk keluarga dengan anak, ditambah dengan tren jangka panjang seperti stagnasi gaji kelas menengah, membuat biaya untuk memiliki anak terasa semakin tidak terjangkau. Selain itu, terdapat perubahan sosial seperti peran gender yang berkembang, dimana perempuan lebih banyak mengejar karir daripada sebelumnya. Hal ini berarti tekanan untuk mengikuti kehidupan keluarga tradisional semakin berkurang. Akibatnya, terlihat tren orang yang memiliki lebih sedikit anak dan menunggu hingga mapan nanti dalam hidup untuk memulai keluarga.

Selain itu terdapat berbagai tantangan kompleks yang mempengaruhi dinamika keluarga dalam membesarkan anak di era modern saat ini. Tiga faktor utama yang menonjol adalah:

  1. Meningkatnya biaya hidup, mulai dari rumah, pendidikan, kesehatan, hingga bahan makanan sehari-hari, membuat banyak orang tua merasa tertekan secara finansial. Hal ini dapat secara signifikan mempengaruhi terhadap keputusan pengasuhan anak. Orang tua tersebut mungkin perlu memprioritaskan kebutuhan dasar, dan mengurangi kebutuhan lainnya seperti kegiatan ekstrakurikuler dan hobi anak-anak mereka.

  2. Tinggal bersama orang tua/mertua, saat ini banyak orang tua yang tinggal bersama mertua atau orang tua mereka. Hal ini dapat membantu meringankan bebannya dalam mengasuh anak. Tapi, terkadang juga dapat menimbulkan masalah karena adanya perbedaan dalam cara mengasuh anak.

  3. Teknologi, dimana orang tua dituntut untuk memantau durasi dan konten yang diakses oleh anak-anak mereka, melindunginya dari konten negatif yang ada di internet, dan mengajarkan mereka soal tanggung jawab digital.

Apa yang Membuat Orang Tua Khawatir?

Orang tua tentu memiliki banyak hal untuk dikhawatirkan. Tiga dari empat orang tua merasakan lebih banyak hal yang membuat mereka khawatir dibandingkan ketika mereka masih kecil. Dalam surveinya, Ipsos bertanya terkait hal-hal apa yang membuat mereka khawatir, dan dua yang paling umum adalah kesehatan mental dan perundungan (bullying).

Cara Bisnis Menavigasi Pola Asuh Orang Tua yang Kompleks

Untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak, diperlukan kolaborasi yang holistik. Pemerintah dan pelaku bisnis didorong untuk tidak hanya mengandalkan data statistik, namun juga secara aktif mendengarkan aspirasi dan pengalaman nyata para orang tua.

Cerita dan pengalaman orang tua yang diungkapkan secara langsung akan memberikan perspektif yang lebih kaya dibandingkan data numerik semata. Dengan memahami kebutuhan dan kekhawatiran para orang tua secara mendalam, pemerintah dan bisnis dapat merumuskan kebijakan dan strategi yang lebih efektif.

Sebagai contoh, ketika Ferrero berencana memasuki pasar Amerika Serikat dengan Kinder Chocolatenya, mereka bekerja sama dengan Ipsos untuk melakukan studi segmentasi yang bertujuan untuk memahami pola asuh orang tua di Amerika Serikat saat itu. Kinder menggunakan pendekatan cerdas dalam memahami orang tua masa kini. Mereka tidak hanya fokus pada penjualan cokelat, tetapi juga memahami pentingnya membangun hubungan yang positif antara orang tua dan anak.

Tantangan lainnya

Disamping memahami pola asuh saat ini, studi tentang pengasuhan anak juga meneliti bagaimana faktor-faktor seperti perubahan iklim, inovasi teknologi, dan pergeseran norma sosial dapat membentuk kembali dinamika keluarga dan gaya pengasuhan di masa depan. Penelitian ini tak hanya mengkaji dampaknya pada keluarga, tetapi juga bagaimana berbagai industri seperti teknologi, kesehatan, makanan dan minuman, pendidikan, hingga keuangan perlu beradaptasi terhadap perubahan tersebut.

Society